Selasa, 19 Januari 2010

Solusi Terbebas dari Premenstrual Syndrome


“Sedang ‘M’ yah? Kok marah-marah saja sih.” Begitu yang acapkali terlontar ketika ada orang yang tiba-tiba jadi sering marah, tak peduli dia perempuan atau pria. Yah…huruf M itu tak lain sebagai kependekan dari menstruasi. Pernyata an itu sudah biasa dan menjadi ‘guyonan’. Tapi, cukup alasan lantaran memang salah satu gejala yang sering muncul ketika seorang perempuan akan atau sedang menstruasi.

Menurut Dr. Nana Agustina Sp.OG, pada kebanyakan perempuan ketika akan dan sedang menstruasi muncul banyak gejala ‘aneh’ atau lebih tepatnya tidak biasa. Inilah yang disebut premenstrual syndrome (PMS).

Jika merujuk pada Speroff (2005) PMS merupakan kumpulan gejala yang timbul saat menjelang haid yang menyebabkan gangguan pada pekerjaan dan gaya hidup seseorang.

Kemudian disusul dengan periode tanpa gejala. Bentuknya, lanjut Dr. Nana dengan mengutip Dickerson (2003), dikelompokkan ke dalam tiga symptoms. Tiga gejala tersebut yaitu behaviour symptoms, psychologic symptoms, dan physical symptoms. “Behaviour symptoms mencakup lelah, insomnia (susah tidur), makan berlebihan, dan perubahan gairah seksual. Sedangkan gejala-gejala seperti mudah tersinggung, mudah marah, depresi, mudah sedih, cengeng, cemas, susah konsentrasi, bingung, sulit istirahat, dan merasa kesepian masuk ke dalam psychologic symptoms,” urai Dr. Nana.

Secara fisik muncul juga gejala sakit kepala, payudara bengkak serta teraba keras, nyeri punggung, nyeri perut dan rasa penuh, bengkak pada kaki dan tangan, mual, nyeri otot dan persendian. Dickerson menyebutnya sebagai physical symptoms.

Dr. Nana menambahi, kriteria diagnostik PMS antara lain sedikitnya timbul satu gejala PMS yang terjadi dalam waktu lima hari sebelum menstruasi selama tiga siklus haid. Kemudian, gejala yang timbul menghilang dalam waktu empat hari sejak awal haid dan tidak kambuh setidaknya hingga hari ke-13 siklus haid.

“Gejala yang ada tanpa pengaruh dari obat-obatan atau farmakoterapi, hormon maupunalkohol. Dan, pemeriksaan kadar estrogen darah dapat dilakukan pada hari ke-21 atau ke-22siklus haid,” sambung Dr. Nana.

Kok bisa terjadi PMS? Hingga sekarang, penyebab atau etiologi terjadinya PMS belum diketahui secara pasti. Tapi, ada banyak faktor yang diduga menjadi penyebab timbulnya PMS. Sebut saja di antaranya kadar hormon progesteron yang rendah, kadar hormon estrogen yang berlebihan, perubahan ratio kadar hormon estrogen/ progesteron, dan peningkatan aktivitas hormon aldosteron, renin-angiotensin serta hormon adrenal.

Selain itu, juga diduga ada faktor endogenous endorphin withdrawal, hipoglikemi, defisiensi vitamin dan mineral (A, E, B6, kalsium), sekresi prolaktin yang berlebih, dan faktor genetik.

“Hormon-hormon tersebut menyebabkan terjadinya retensi cairan sehingga terjadi penumpukan cairan di sel-sel tubuh terutama di kaki, otak, dan payudara. Oleh karenanya wanita mengeluh sakit pada payudara, kaki terasa berat, dan sakit kepala berlebihan yang kadang-kadang disertai kejang. Disamping itu, faktor yang meningkatkan risiko terjadinya PMS adalah aspek psikis. Wanita dengan psiko-vegetatif yang labil paling mudah mengalami keluhan-keluhan premenstrual,” jelas dokter spesialis kandungan lulusan FK-UI ini.

Secara medis, ujar Dr. Nana, ada pula klasifikasi PMS. Tipe simple menstrual symptoms, yaitu keluhan yang timbul tidak sampai menyebabkan gangguan pada aktivitas sehari-hari. Tapi sebaliknya dengan tipe premenstrual syndrome. Tipe ini sedikitnya terdapat satu dari beberapa gejala yang ada timbul dalam waktu lima hari sebelum datangnya haid dan sangat mengganggu. Sedangkan tipe premenstrual dysphoric disorder, sedikitnya terdapat lima gejala gangguan somatis yang terjadi selama minggu terakhir fase luteal dan berakhir saat datangnya haid.

Lantas apakah penderita PMS perlu ke dokter? Menurut Dr. Nana, tergantung gejala yang timbul. “Bila seseorang sudah merasakan gejala-gejala seperti yang telah disebutkan tadi, apalagi bila gejala tersebut sudah mengganggu maka sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter,” katanya.

Pengobatan yang biasa dilakukan terhadap penderita PMS bermacam-macam, tergantung faktor penyebabnya. Jika ditemukan kadar estrogen yang tinggi, pengobatannya adalah dengan pemberian obat anti estrogen. Sedangkan untuk mengeluarkan cairan dari sel-sel tubuh, perlu ditambahkan diuretik yang diberikan sampai menjelang haid berikutnya.

“Pada wanita penderita PMS yang tidak dijumpai adanya peningkatan kadar estrogen, atau tidak responsif terhadap obat anti estrogen, maka dapat dicoba pemberian antidepresan. Jika tidak memberikan hasil juga, perlu dicari faktor predisposisi yang dapat mengganggu sistem syaraf wanita tersebut seperti stress, konflik keluarga ataupun pekerjaan,” ungkap Dr. Nana.

Ada cara sederhana dan murah untuk pengobatan PMS. Yaitu, dengan pemberian pil kontrasepsi yang hanya mengandung komponen gestagen saja. Menurut Dr. Nana, cara ini sangat cocok digunakan di Indonesia. Lantaran pil kontrasepsi relatif mudah diperoleh dan harganya pun terjangkau.

“Dapat pula dilakukan pengobatan dengan cara menekan keseluruhan fungsi ovarium, yaitu dengan menggunakan analog GnRH dan hasilnya ternyata jauh lebih baik. Hanya saja biayanya relatif lebih mahal dan dapat menimbulkan efek samping seperti yang dialami wanita menopause,” ujarnya lagi dengan mengutip pernyataan Prof. Ali Baziad.

Nah, agar tidak dibuat repot oleh PMS Dr. Nana menawarkan cara mencegahnya. Dia menganjurkan para perempuan menjalani diet yang sehat yang mengandung cukup buah dan sayuran. Atau mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung cukup vitamin dan mineral seperti vitamin A, B6, E dan kalsium.

“Tidak perlu diet khusus. Langkahlangkah yang sebaiknya dilakukan agar dapat bersahabat dengan PMS antara lain menjalani pola hidup sehat. Dan, jika sudah merasakan timbulnya gejala maka segeralah berkonsultasi dengan dokter,” tandas Dr. Nana (sumber : bundagazzete)
Categories:

0 comments: