Senin, 06 Juni 2011

Dibuat Bingung Nunun (tersangka penyuapan yang kabur keluar negeri)

Jakarta - Ada asap, ada api. Ada penerima, tentunya ada pemberi. Satu per per satu penerima cek pelawat dalam proses pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) BI 2004 disidangkan. Bahkan beberapa di antaranya sudah divonis. Tapi anehnya siapa pemberi suap itu masih misteri.

KPK memang telah menetapkan Komisaris PT Wahana Esa Sejati Nunun Nurbaeti sebagai tersangka pemberian suap DGS BI. Istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun itu, diduga sebagai pihak yang membagi-bagikan 480 lembar cek pelawat senilai Rp 34 miliar kepada anggota Komisi XI DPR. Komisi Keuangan inilah yang melakukan uji kepatutan dan kelayakan 3 kandidat calon DGS BI, yang akhirnya dimenangkan Miranda S Goeltom.

Cek pelawat diberikan Nunun lewat Arie Malangjudo. Arie merupakan Direktur PT Wahana Esa Sejati. Jadi Nunun, dalam kasus ini, merupakan tokoh kunci. Dari mulutnya diharapkan akan ketahuan dalang suap cek pelawat itu.

Sebagai pihak yang membagi-bagikan cek, Nunun tentunya mengetahui asal muasal cek itu. Kesaksian Nunun nantinya bisa mengait, mengular, menyingkap misteri siapa pemberi cek itu. "Sejak awal saya bilang, bila ada asap pasti ada apinya," kata Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri menanggapi ditetapkannya Nunun sebagai tersangka.

Banyak kalangan menganggap janggal tindakan KPK dalam menangani Nunun. KPK bahkan dicap tebang pilih karena begitu lambat menetapkan istri Adang ini sebagai tersangka. Nunun baru ditetapkan sebagai tersangka setelah 2 tahun kasus ini disidik.

Padahal sejak awal kasus ini bergulir, Arie Malangjudo, yang mengantarkan uang untuk para anggota komisi IX DPR periode 1999-2004, mengakui Nununlah yang menyuruhnya membagikan cek pelawat itu. KPK pun dituding terlibat skenario besar untuk melindungi Nunun dan pihak-pihak di belakangnya.

"Mungkin saja ada 'orang besar' di balik suap terhadap sejumlah anggota DPR dalam pemilihan DGS BI,"kata anggota Komisi III DPR Didi Irawadi Syamsuddin.

Dugaan skenario juga diungkapkan Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Skenario inilah yang membuat Nunun bisa leluasa pergi ke Singapura tanpa bisa disentuh oleh KPK. Kuat dugaan skenario penyelamatan Nunun lantaran ia adalah istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun.

"Harus diketahui semua penyidik KPK itu polisi. Polisi yang ada di KPK itu yang tertinggi hanya bintang dua, bagaimana tidak tunduk dan sungkan pada Adang. Mereka penyidik itu memiliki kepentingan untuk melindungi istri temannya, yang seorang jenderal polisi," duga Boyamin.

Selain bermotif sungkan, skenario lainnya adalah, untuk memutus penyidikan supaya tidak menyentuh "orang besar" yang ada di balik aksi suap itu. Siapa "orang besar" itu? Ada dugaan orang besar itu adalah Adang sendiri.

Maka itu Adang sengaja merahasiakan keberadaan sang istri, selain melindungi istri juga untuk melindungi dirinya sendiri. Menurut pengacara para tersangka suap DGS BI dari PDIP, Petrus Selestinus, Nunun membagikan uang kepada para politisi demi karier sang suami.

"Nunun memberikan barang dan uang kepada parpol atau membela Mega-Hasyim agar suaminya bisa menjadi kapolri saja sebenarnya. Jadi tudingan ke suap kasus pemilihan Miranda dipaksakan,” kata Petrus.

Namun analisa Boyamin, "orang besar" itu merupakan petinggi partai atau partai besar, misalnya PDIP. Asumsi Boyamin, PDIP sekalipun saat ini bukan partai penguasa tapi tetap punya kekuatan besar. Salah satu indikasinya, SBY tetap menginginkan untuk koalisi dengan PDIP.. Dengan digantungnya keterlibatan Nunun, penguasa ingin menyandera PDIP yang beroposisi terhadap pemerintah.

Jadi terlunta-luntanya pemeriksaan Nunun, bukan untuk sekadar melindungi Miranda. Perempuan bergaji Rp 200 juta sebulan itu ditengarai hanyalah wayang. Diyakini ada kepentingan lain di belakang Miranda. "Kalau uang Miranda sendiri, tidak cukup untuk membayar suap itu," kata Boyamin.

Uang yang mengalir ke anggota DPR itu diduga merupakan uang saweran pengusaha. Yang jadi bandarnya adalah partai penguasa saat itu,PDIP. Nunun sendiri dalam persidangan disebut sebagai simpatisan PDIP menjelang Pemilu 2004,silam.

Analisa Boyamin tentu tidak asal-asalan. Seperti diketahui, pemilihan DGS BI itu dimenangkan Miranda, maka banyak pihak yang meyakini Miranda merupakan sumber penyebaran cek itu. Miranda yang saat ini belum jadi tersangka mengaku pencalonan dirinya sebagai kandidat DGS BI pada 2004 mendapat dukungan dari Mega yang kala itu masih menjabat presiden.

Sementara di dalam proses hukum, banyak politisi senior PDIP telah ditetap sebagai tersangka dan diadili, antara lain Panda Nababan yang disebut sebagai koordinator pemenangan Miranda. Panda disebut Agus Condro berkawan akrab dengan Miranda, bahkan cium pipi kiri-kanan saat pertemuan untuk membahas pemenangan Miranda di Hotel Dharmawangsa.

Namun PDIP keberatan disebut sebagai pihak yang akan terlindungi bila Nunun tidak buka suara. PDIP merasa tidak pernah membentuk tim untuk memenangkan Miranda."Tidak pernah ada tim," kata Sekjen PDIP Pramono Anung.

Pengacara Nunun, Partahi Sihombing juga membantah ada skenario untuk melindungi kliennya. Kondisi Nunun memang tidak dimungkinkan untuk diperiksa. Sebenarnya keluarga sudah berulangkali meminta KPK untuk membentuk tim dokter independen untuk mengecek kondisi Nunun di RS Singapura. Namun permintaan itu tidak digubris KPK.

Dijelaskan Partahi,kepergian Nunun ke Singapura bukan untuk kabur. Sebab pada pemanggilan pertama oleh KPK, tahun 2009, Nunun hanya dimintai klarifikasi. Belum ada status apapun pada Nunun. Nah, saat pemanggilan kedua datanglah surat dokter yang menyatakan Nunun sakit dan harus dirawat. "Jadi sakitnya Nunun bukan alibi untuk menghindari pemeriksaan KPK," kata

sumber : detik.com
Categories:

0 comments: